UPACARA

Dengar seluruh angkasa raya memuji pahlawan negara

............................................

Harkat, jasa, kau cahya pelita bagi Indonesia merdeka


Bayangan raut kebanggaan Sukardi, almarhum kakekku tiba-tiba berkelebat di pikiran pagi ini. Masih tergambar jelas di benakku setiap dua kali dalam setahun, beliau dengan daya imajinasi dan kata-katanya mampu menyihir seisi rumah untuk kembali merasakan masa perjuangannya di jaman penjajahan Jepang.


Ayo, persiapkan diri buat upacara besok.” Katanya tiap malam menjelang Tujuh Belas Agustus dan Sepuluh November, seolah tak sabar untuk menunggu kemunculan mentari esok pagi.


Pernah suatu hari, saat aku duduk di bangku SMP, aku memergoki beliau menangis tengah malam di sudut dapur. Aku tak tahu apa yang menjadi penyebabnya.


Keesokan harinya, beliau sudah berdandan rapi sejak subuh tiba, mengenakan seragam veterannya, lengkap dengan topi dan tanda bintang emas serta emblem-emblem lusuh yang dilekatkannya di baju hijau tua itu. Kemudian, beliau membangunkan seisi rumah untuk segera mempersiapkan diri mengikuti upacara di lapangan desa.


Setelah itu, dengan jalannya yang tertatih karena kerentaan usianya, ia menuju gapura Junggul, Bandungan dengan ditemani sebuah tongkat kayu yang menopang tubuhnya. Di gapura itu, ia menunggu teman-teman seperjuangannya dengan penuh semangat yang menyala-nyala.


Lalu, mulai berdatanganlah para jompo yang juga mengenakan seragam veteran. Kebanyakan, mereka datang dari Piyoto dan Gintungan. Tak seperti kakekku, mereka terlebih dahulu harus menempuh berkilometer jalanan becek dan berbatu untuk berkumpul di gapura Junggul. Begitu sampai, mereka dengan gagah langsung memberi salam hormat pada kakek, beliau pun membalasnya dan mereka saling berpelukan.


Naik apa tadi?” tanya kakek pada salah satu temannya dari Piyoto.

Jalan kaki.”


Mendekati pukul tujuh mereka mengeluarkan iuran dan segera menyewa angkot menuju lapangan Turangga Seta Ambarawa (waktu itu Junggul masuk bagian kecamatan Ambarawa). Mereka pun dengan bangga membentuk barisan rapi dan mengikuti jalannya upacara dengan khidmat.


Saat pembina upacara menyampaikan amanatnya, kakek dan beberapa kawan seperjuangannya hampir menitikkan air mata.

Sebagai generasi muda, kita harus mengingat dan menghargai jasa para pahlawan dengan meneruskan perjuangannya.” kata pembina itu.


Usai upacara berakhir, kakek dan teman-temannya kembali mengeluarkan iuran untuk perjalanan pulang. Hingga kini, aku pun masih ingat setiap kakek sampai di rumah, semangatnya yang berkobar tak lagi terlihat seperti sehari sebelum upacara dimulai. Wajahnya kuyu dan letih.


Kini, saat aku duduk di bangku kuliah barulah aku tahu dan mengerti makna tangisan dan wajah kuyu kakek tempo hari. Ternyata, kebanggaannya sebagai pejuang kemerdekaan dinodai oleh keperihan hatinya atas perlakuan pemerintah pada anggota veteran.


Ia merasakan ada sebuah rasa ngilu yang menusuk hingga dasar hatinya. Dalam diamnya, ia menangis dan merasakan ada borok yang semakin menggerogoti kekecewaannya.


Ia tak pernah menuntut untuk dihormati. Tapi, ketika mengingat perjuangan dan pengorbanan nyawa para teman seperjuangannya dahulu, ia hanya bisa berharap pemerintah lebih dapat memperhatikan nasib para pensiunan veteran, sebab nasib mereka usai kemerdekaan ternyata tak lebih baik dari jaman penjajahan. Hidupnya tetap tak terjamin. Bahkan, untuk sekedar mengikuti upacara setiap Tujuh Belas Agustus dan Sepuluh November pun, mereka harus patungan terlebih dahulu untuk menyewa angkutan umum.


Bangsa yang sukses dan bermartabat adalah bangsa yang mampu menghargai sejarahnya. Menghargai sejarah berarti menghargai seluruh aspek yang bersinggungan dengannya. Menghargai para pahlawan yang telah gugur dapat kita lakukan dengan mendoakan dan meneruskan cita-cita mereka agar rakyat Indonesia tetap menjaga persatuannya. Sedangkan bagi para pahlawan yang masih hidup, hendaknya kita memperhatikan kehidupannya saat ini. Jangan sampai setelah negeri ini merdeka, mereka tidak mendapatkan kemerdekaan batin dan merasa lebih menderita dibandingkan masa pendudukan penjajah pra-kemerdekaan.


09102008

0 komentar:

Blogger Templates by Blog Forum