"SECANGKIR KOPI PAHIT"

MANIS GETIR KEHIDUPAN

JUDUL FILM : Secangkir Kopi Pahit

SUTRADARA : Teguh Karya

PEMAIN : Alex Komang (Togar)

Rina Hasyim (Lola)

Teguh Karya adalah salah satu anak bangsa yang selalu menghasilkan karya – karya bermutu. Salah satu filmnya yang patut diacungi jempol ialah Secangkir Kopi Pahit dengan pemeran utama Alex Komang.

Filmnya kali ini membahas mengenai lika – liku kehidupan seorang Togar (Alex), perantau dari Batak yang mengadu nasib di Jakarta. Meskipun latar belakang pendidikannya ialah sebagai seseorang yang pernah duduk di fakultas ekonomi, namun jiwa dan cita - citanya telah menuntunnya menjadi seorang wartawan di sebuah surat kabar ibu kota. Meskipun gaji yang diterimanya tidak terlalu besar, namun ia mencoba untuk terus bertahan hidup.

Pada suatu ketika di sela – sela waktu kerja, ia bersama sahabatnya Buyung (Resa Hetapi) menyempatkan ngobrol untuk membahas hal – hal yang sifatnya ringan sambil minum - minum di kedai seorang janda beranak tiga bernama Lola (Rina Hasyim). Sejak saat itu, Togar sering mampir atau sengaja datang untuk sekedar minum di kedai itu. Sampai pada suatu hari, saat ia stres memikirkan suatu masalah, Togar datang untuk minum di kedai Lola. Tak lama kemudian ia pun mabuk dan melakukan hubungan layaknya suami istri bersama Lola. Beberapa minggu usai kejadian itu Lola sadar bahwa ia tengah hamil dan meminta pertanggungjawaban dari Togar. Karena Togar sedang dalam keadaan labil akibat pekerjaannya yang kurang beres, maka iapun membantah bahwa bayi itu adalah anaknya. Namun, pada akhirnya Togar menikahi Lola dengan perasaan penuh sesal dan terpaksa.

Pada awal pernikahan mereka, sering terjadi keributan – keributan kecil yang mengancam keutuhan rumah tangga itu. Togar selalu mengatakan bahwa pernikahan itu terjadi hanya karena keterpaksaannya untuk bertanggungjawab atas kesalahan yang telah ia perbuat, sebab tak mungkin ia melakukan hubungan itu atas dasar cinta dengan Lola yang usianya jauh lebih tua darinya.

Sampai pada suatu hari, Togar dapat mencintai istri serta anak – anak tirinya dengan tulus. Dengan spontan kehidupan rumah tangga merekapun dipenuhi dengan rasa cinta kasih. Namun, kebahagiaan nampaknya tak berlangsung lama. Sebab, tak lama kemudian Togar mendapat kabar bahwa ayahnya meninggal. Iapun kembali ke Batak bersama istri dan anak – anaknya.

Di tanah kelahirannya itu, sang ibunda tidak bisa menerima kenyataan bahwa Togar telah menikah dengan seorang janda beranak tiga yang berasal dari Manado. Hal itu dianggapnya sebagai sebuah aib keluarga. Selain karena mereka berbeda suku, usia merekapun terpaut sangat jauh. Lola lebih pantas menjadi ibu Togar. Namun setelah mengenal lebih jauh sifat menantunya, ibu Togar akhirnya merestui pernikahan mereka.

Dalam acara berbulan madu, saat mereka menaiki motor boat di tanah kelahiran Togar itu, tiba – tiba saja Lola mengalami kecelakaan yang menyebabkannya tenggelam dan tewas. Oleh beberapa pihak yang tidak menyaksikan langsung kejadian tersebut, Togar disalahkan atas kejadian itu. Ia dicurigai sengaja membunuh istrinya karena rasa bencinya pada Lola. Ia dituntut dan dimintai pertanggungjawaban. Setelah melalui beberapa tahap persidangan, iapun dibebaskan karena terbukti tidak melakukan kesalahan.

Secangkir Kopi Pahit, adalah sebuah bentuk ekspresi Teguh Karya yang sarat dengan kefilosofisan. Ia mampu membungkus makna filosofis kopi pada karyanya lewat beberapa skenario dan adegan yang cukup unik (khas) di masanya. Rasa kopi pada umumnya memang pahit, namun setelah kopi yang pahit itu ditambahkan dengan kata ‘secangkir’ maka secara semantis kopi itu tidak lagi hanya ada rasa pahit. Ada rasa manis yang mengiringinya. Begitupun dengan hidup manusia. Tak selamanya manusia hidup dalam keterpurukan, kesialan, serta kejelekan terus – menerus. Ada kalanya kebahagiaan menyelimuti hidup. Dan terkadang, kebahagiaan serta kepedihan saling menempel satu sama lain sehingga berjalan berbarengan. Kadang hidup manusia berada di atas, dan terkadang juga berada di bawah. Hal itu lumrah terjadi pada siapapun dan kapanpun. Jadi, jangan pernah berputus asa dalam menjalani hidup yang memang penuh dengan masalah. Nampaknya, hal itulah yang ingin disampaikan Teguh dalam filmnya kali ini.

Tahun 80-an yang menjadi latar dalam film itu sangat kental dengan adanya banyak fakta yang berkembang di masyarakat mengenai perbedaan suku maupun ras. Ia ingin mempertentangkan opini sebagian masyarakat yang masih menganggap perkawinan dengan suku yang berbeda merupakan sebuah aib dengan opininya sendiri bahwa tidak selamanya anggapan seperti itu benar. Seperti dalam karyanya yang lain, Ibunda,Teguh nampaknya menyukai perbedaan – perbedaan antar suku yang disatukan dengan cinta. Dalam Ibunda Teguh memadukan tokoh Jawa dengan Ambon. Sedangkan dalam Secangkir Kopi Pahit ini ia mempertemukan suku Batak dan Manado dalam cinta Togar dan Lola. Ia ingin membuktikan bahwa cinta kasih dapat membuat segalanya menjadi lebih baik.

Tak seperti film yang lain, film ini mengusung tema yang tak sederhana yang disajikan lewat kerumitan – kerumitan masalah hidup orang perantauan yang masih menjunjung adatnya di tanah rantau. Film ini dapat juga dijadikan sebagai salah satu referensi atau acuan orang yang ingin mengetahui gambaran keadaan anak rantau tahun 80-an. Jadi, dijamin Anda tidak akan menyesal memiliki koleksi film Teguh Karya, Secangkir Kopi Pahit ini. Selamat membuktikan!

0 komentar:

Blogger Templates by Blog Forum